1dtk.com - Perselingkuhan selalu menjadi momok dalam hubungan, baik bagi pasangan yang baru memulai hubungan maupun yang sudah bertahun-tahun bersama. Di tengah kontroversi soal loyalitas, survei terbaru dari aplikasi Just Dating mengungkapkan data mengejutkan: perempuan di Indonesia lebih cenderung berselingkuh dibandingkan laki-laki.
Hasil survei tersebut memetakan tingkat perselingkuhan di berbagai negara di Asia. Thailand menduduki posisi pertama dengan 50 persen responden mengaku pernah berselingkuh dari pasangan mereka. Posisi kedua ditempati oleh Indonesia, di mana 40 persen responden mengaku berselingkuh, sementara Taiwan dan Singapura menempati posisi ketiga dengan masing-masing 30 persen.
Menariknya, Malaysia menjadi negara dengan tingkat kesetiaan tertinggi, dengan hanya 20 persen penduduknya yang mengaku pernah berselingkuh.
Dalam survei tersebut, ditemukan adanya perbedaan persepsi antara perempuan dan laki-laki mengenai apa yang dianggap sebagai perselingkuhan.
- Perempuan: Menganggap bahwa perselingkuhan sudah terjadi jika pasangan mulai berkenalan dengan lawan jenis dan bertukar pesan.
- Laki-laki: Cenderung menganggap selingkuh baru terjadi jika pasangan mereka bertemu dan pergi berdua dengan lawan jenis.
Sebanyak 60 persen laki-laki di Indonesia juga menyatakan tidak akan mentolerir pengkhianatan. Banyak dari mereka memilih untuk mengakhiri hubungan atau membalas dengan melakukan perselingkuhan pula.
Yang mengejutkan dari survei ini adalah temuan bahwa perempuan di Indonesia lebih banyak berselingkuh dibanding laki-laki. Hal ini menyoroti perubahan dinamika sosial di mana perempuan kini lebih terbuka dalam mengakui hubungan di luar pernikahan.
Namun, banyak yang mengingatkan bahwa perselingkuhan bukanlah solusi. Dalam hubungan yang terasa tidak bahagia, komunikasi yang jujur dan upaya untuk memperbaiki masalah jauh lebih bijak daripada mencari pelarian.
Beberapa pihak melihat tingginya angka perselingkuhan di Indonesia sebagai fenomena sosial yang perlu ditangani, bukan sekadar dianggap sebagai "tren". Dalam budaya yang cenderung mengutamakan harmoni dalam rumah tangga, data ini menjadi alarm bagi pasangan untuk introspeksi.
Seperti kata pepatah, selingkuh adalah "penyakit" yang sulit disembuhkan. Bahkan, banyak orang bercanda bahwa obatnya hanya ada dua: miskin atau mati. Hal ini menegaskan bahwa perselingkuhan tidak hanya merusak hubungan, tetapi juga dapat menghancurkan kehidupan sosial dan ekonomi seseorang.
Hubungan yang sehat membutuhkan komitmen, komunikasi, dan saling pengertian. Bagi pasangan yang merasa ada celah dalam hubungan mereka, memperbaiki komunikasi dan menghidupkan kembali kebahagiaan bersama dapat menjadi solusi. Mengatasi masalah bersama, alih-alih mencari pelarian, adalah langkah bijak untuk menjaga keharmonisan hubungan.
Sebagai catatan, fenomena ini seharusnya menjadi pengingat bagi semua pasangan untuk lebih menghargai dan memperkuat komitmen mereka, sehingga kasus perselingkuhan dapat diminimalkan di masa depan.