Pemerintah Pertimbangkan Penundaan Kenaikan PPN ke 12 Persen pada 2025

Pemerintah Pertimbangkan Penundaan Kenaikan PPN ke 12 Persen pada 2025


1dtk.com - Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang semula dijadwalkan berlaku pada 1 Januari 2025 kemungkinan akan ditunda. Hal ini diungkapkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua Komite Ekonomi Nasional (DEN), dalam pernyataannya baru-baru ini di Jakarta.

Penundaan tersebut, menurut Luhut, bertujuan untuk memberikan ruang bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan kompensasi yang dapat membantu masyarakat, terutama kelas menengah, agar tidak terlalu terbebani oleh kenaikan pajak 12 persen tersebut.

“Hampir bisa dipastikan kenaikan PPN akan ditunda. Sebelum PPN 12 persen berlaku, kita perlu memberikan stimulus terlebih dahulu kepada mereka yang secara ekonomi terkendala,” ujar Luhut.

Pemerintah tengah mematangkan skema Bantuan Langsung Tunai (BLT) berbasis tunai, yang rencananya akan dialihkan untuk subsidi listrik. Pendekatan ini dipandang lebih aman dan efektif untuk meringankan beban masyarakat dibandingkan memberikan bantuan secara langsung dalam bentuk uang tunai, yang menurut Luhut rentan disalahgunakan.

“Kami akan alokasikan untuk listrik. Kalau langsung diberikan ke masyarakat, ada risiko disalahgunakan untuk perjudian,” tambahnya.

Dana subsidi tersebut telah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan pemerintah sedang menyelesaikan teknis penyalurannya agar tepat sasaran.

Rencana kenaikan PPN ini sebelumnya menuai kritik tajam dari masyarakat dan pelaku usaha. Para ekonom khawatir kebijakan tersebut akan memperburuk daya beli masyarakat, terutama setelah dampak ekonomi pandemi COVID-19 yang belum sepenuhnya pulih.

Menurut Luhut, resistensi terhadap kebijakan ini sebagian besar muncul karena kurangnya sosialisasi yang efektif kepada publik. Ia menekankan pentingnya edukasi agar masyarakat memahami struktur kenaikan pajak tersebut.

“Masyarakat belum sepenuhnya memahami struktur kenaikan pajak ini,” katanya, seraya menambahkan bahwa pemerintah akan memperkuat komunikasi publik terkait kebijakan tersebut.

Kementerian Keuangan, melalui Direktorat Jenderal Pajak, tetap mempertahankan argumen bahwa kenaikan PPN diperlukan untuk memperkuat perekonomian negara. Meski demikian, sejumlah langkah pelengkap telah disiapkan untuk memitigasi dampak kenaikan tersebut, seperti:

Pembebasan PPN untuk Barang dan Jasa Esensial

Barang dan jasa penting, seperti kebutuhan pokok, kesehatan, dan pendidikan, akan tetap bebas PPN. Ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat rumah tangga, terutama kelompok ekonomi bawah.

Dukungan untuk UMKM

Melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah membebaskan pajak penghasilan (PPh) bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan omzet tahunan hingga Rp500 juta. Langkah ini bertujuan memberikan nafas lebih panjang bagi sektor UMKM.

Kenaikan Batas Penghasilan Kena Pajak

Pemerintah juga telah menaikkan batas penghasilan kena pajak bagi individu, yang diharapkan mampu memberikan lebih banyak ruang bagi masyarakat kelas menengah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Untuk mengurangi dampak kenaikan PPN, barang dan jasa penting akan tetap bebas PPN. Pembebasan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menjaga daya beli rumah tangga,” ujar Dwi Astuti, Direktur Humas Direktorat Jenderal Pajak.

Kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN memang selalu menimbulkan dilema antara kebutuhan negara untuk meningkatkan pendapatan dan menjaga kesejahteraan masyarakat. Dalam kasus ini, pemerintah tampak berusaha menyeimbangkan keduanya dengan menunda penerapan kebijakan sambil menyiapkan langkah-langkah kompensasi.

Namun, masih banyak yang bertanya-tanya apakah kebijakan kompensasi seperti subsidi listrik dan pembebasan pajak cukup untuk mengatasi dampak psikologis dan finansial yang dihadapi masyarakat. Dengan peran vital daya beli kelas menengah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, keberhasilan langkah ini akan menjadi ujian besar bagi pemerintah menjelang tahun politik 2025.

Langkah penundaan ini mencerminkan kesadaran pemerintah atas tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat, sekaligus memberi waktu lebih untuk menyesuaikan diri sebelum tarif baru diberlakukan. Sementara itu, masyarakat menanti transparansi lebih lanjut dalam implementasi kebijakan pendukung agar dampaknya benar-benar terasa di lapangan.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال