1dtk.com - Polresta Jambi tengah memproses kasus dugaan intimidasi dan penyerangan yang dilakukan oleh dua oknum tim sukses (timses) Maulana berinisial R dan I di Klenteng Sua Ong Bio, Sungai Sawang, Kota Jambi. Kasus ini mendapat sorotan publik, terutama setelah rekaman CCTV yang menunjukkan kejadian tersebut beredar luas.
Polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan memeriksa sejumlah saksi, termasuk pelapor Chandra Liaw dan Siti Meli. Selain itu, berbagai alat bukti, termasuk rekaman CCTV, telah dikumpulkan untuk memperkuat penyelidikan.
Kasus ini tidak hanya berhenti pada dugaan intimidasi atau penyerangan biasa. Kuasa hukum pelapor, Ilhamsyah, menyebut bahwa tindakan para terlapor dapat dijerat dengan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang penistaan agama.
“Terlapor bisa dijerat dengan pasal penistaan agama karena telah melakukan tindakan tidak menyenangkan saat warga keturunan Tionghoa sedang ibadah di Klenteng,” ujar Ilhamsyah.
Pasal 156a KUHP mengatur hukuman pidana penjara hingga lima tahun bagi pelaku yang terbukti melakukan perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau pelecehan terhadap suatu agama yang dilakukan di muka umum. Selain itu, terdapat aturan lain dalam hukum Indonesia yang mengatur perlindungan terhadap kegiatan keagamaan.
Misalnya, Pasal 304 UU Nomor 1 Tahun 2023 menyebutkan ancaman pidana penjara maksimal satu tahun atau denda hingga kategori III bagi pelaku yang menghina orang yang sedang beribadah. Sementara itu, Pasal 82 ayat 2 dari undang-undang yang sama memberikan hukuman berat bagi pengurus atau anggota organisasi masyarakat (ormas) yang melanggar aturan, dengan pidana penjara minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun atau bahkan seumur hidup.
Ilhamsyah menjelaskan bahwa penistaan agama merupakan tindakan yang menghina, mencela, atau merendahkan kepercayaan seseorang atau kelompok. Tindakan semacam ini bisa berupa ucapan atau perbuatan yang dilakukan dengan sengaja atau tidak, namun tetap berdampak negatif terhadap harmoni kehidupan beragama.
Dalam konteks kasus ini, dugaan penyerangan yang dilakukan di tempat ibadah umat Tionghoa menjadi fokus utama. Tindakan tersebut dinilai tidak hanya melukai korban secara fisik dan psikologis, tetapi juga mencederai nilai-nilai toleransi yang menjadi fondasi kerukunan beragama di Indonesia
Ilhamsyah juga menyampaikan apresiasinya kepada aparat Polresta Jambi atas langkah cepat mereka dalam menangani laporan kliennya.
“Kami selaku kuasa hukum pelapor, berterima kasih kepada pihak kepolisian. Dan kami berharap kasus ini terus berlanjut,” ucapnya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya sikap saling menghormati di tengah masyarakat yang multikultural seperti di Indonesia. Dalam situasi seperti ini, hukum harus menjadi penengah yang adil agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Dengan berbagai alat bukti yang telah dikumpulkan, termasuk rekaman CCTV, harapan besar muncul agar kasus ini dapat diproses hingga tuntas. Banyak pihak menginginkan agar hukuman yang dijatuhkan sesuai dengan tingkat pelanggaran, sehingga bisa memberikan efek jera.
Pada akhirnya, kasus ini tidak hanya berbicara soal pelanggaran hukum, tetapi juga soal menjaga nilai-nilai kerukunan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Semoga saja, langkah hukum yang diambil dapat menjadi contoh tegas bagi siapa pun yang berani melecehkan kebebasan beribadah dan nilai toleransi.