Isu Bilik Asmara di Lapas Kembali Mengemuka, Antara Hak Narapidana dan Kontroversi

Isu Bilik Asmara di Lapas Kembali Mengemuka, Antara Hak Narapidana dan Kontroversi


1dtk.com - Wacana penyediaan bilik asmara bagi narapidana kembali mencuat setelah insiden kaburnya puluhan warga binaan dari Lapas IIB Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh. Salah satu faktor pemicu yang dikaitkan dengan peristiwa itu adalah tuntutan para napi terhadap fasilitas bilik asmara, yang mereka anggap sebagai bagian dari hak selama menjalani masa tahanan.

Isu ini memicu perdebatan di berbagai kalangan. Ada yang menganggapnya sebagai kebutuhan psikologis yang perlu difasilitasi, sementara ada pula yang menilai hal ini berpotensi disalahgunakan.

Bilik Asmara untuk Narapidana, Wajar atau Tidak?

Ahli andrologi dan seksologi, Wimpie Pangkahila, menilai keberadaan bilik asmara merupakan hal yang wajar asalkan diperuntukkan bagi pasangan sah narapidana. Ia menekankan bahwa hubungan seksual bukan hanya soal fisik, tetapi juga melibatkan unsur emosional yang dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.

"Saya pribadi setuju. Istri menengok, ada kesempatan untuk berdua di kamar tanpa diganggu. Tapi kalau orang lain (selain pasangan sah), jangan," ujar Wimpie, dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (12/3/2025).

Bilik asmara sendiri merupakan ruang khusus di lembaga pemasyarakatan yang memungkinkan pasangan sah narapidana untuk bertemu lebih privat. Beberapa negara telah menerapkan konsep ini sebagai bagian dari pemenuhan hak narapidana dan menjaga stabilitas psikologis mereka.

Dampak Psikologis Jika Hasrat Seksual Tidak Tersalurkan

Menurut Wimpie, hubungan seksual memiliki dimensi psikoseksual, yang berarti tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan biologis, tetapi juga aspek emosional dan psikologis seseorang.

"Hubungan seks itu salah satu kebutuhan psikoseksual. Kita menyebutnya psikoseksual karena ada unsur fisik tapi juga melibatkan perasaan. Jadi memang orang yang melakukan masturbasi tentu tidak merasakan kepuasan seperti yang dilakukan dengan pasangan yang diminati," jelasnya.

Meski demikian, Wimpie menambahkan bahwa manusia tetap dapat hidup tanpa hubungan seksual. Alternatif seperti masturbasi masih bisa menjadi penyaluran bagi individu yang tidak memiliki pasangan. Namun, jika kebutuhan tersebut tidak tersalurkan sama sekali, dampaknya bisa berujung pada stres, kecemasan, bahkan ketidakstabilan emosional.

"Yang paling banyak dampaknya seperti merasakan ketidakpuasan, stres, karena ketika orang berhubungan seks atau masturbasi, puncaknya adalah orgasme. Orang kan merasakan tenang, rileks, (tapi) itu nggak ada, sebaliknya (merasa) stres, bingung, gelisah," lanjutnya.

Perdebatan Soal Bilik Asmara di Indonesia

Isu bilik asmara di lembaga pemasyarakatan bukanlah hal baru di Indonesia. Sejumlah pihak menilai bahwa fasilitas ini perlu disediakan untuk menjaga kesejahteraan psikologis narapidana dan mendukung proses rehabilitasi mereka.

Di beberapa negara seperti Brasil, Spanyol, dan Meksiko, bilik asmara atau conjugal visits telah menjadi bagian dari sistem pemasyarakatan mereka. Bahkan, beberapa negara di Eropa memperbolehkan narapidana menghabiskan waktu bersama keluarganya dalam jangka waktu tertentu untuk memperkuat hubungan sosial setelah bebas nanti.

Namun, di Indonesia, belum ada regulasi yang secara eksplisit mengatur tentang bilik asmara di lapas. Hal ini yang membuat wacana ini selalu menjadi perdebatan, terutama terkait dengan risiko penyalahgunaan dan potensi pelanggaran tata tertib lapas.

Beberapa pihak khawatir bahwa jika tidak diatur dengan ketat, bilik asmara bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang melanggar aturan, seperti transaksi ilegal atau praktik prostitusi di dalam lapas.

Di sisi lain, para pendukung bilik asmara berpendapat bahwa penyediaan fasilitas ini tidak hanya berorientasi pada kebutuhan biologis, tetapi juga dapat mengurangi kekerasan dan ketegangan dalam lapas, serta membantu narapidana mempertahankan hubungan baik dengan keluarganya.

Menanti Kebijakan yang Jelas

Seiring mencuatnya kembali isu ini, diskusi mengenai penyediaan bilik asmara di lapas terus berkembang. Pemerintah diharapkan bisa meninjau lebih lanjut mengenai kebijakan ini, apakah layak diterapkan atau tidak, serta bagaimana regulasi yang harus dibuat agar tidak disalahgunakan.

Jika diterapkan, perlu ada mekanisme pengawasan ketat untuk memastikan bilik asmara benar-benar digunakan oleh pasangan sah dan tidak menimbulkan masalah baru di dalam lembaga pemasyarakatan.

Sementara itu, bagi narapidana yang menuntut fasilitas ini, pertanyaannya adalah: Apakah hak tersebut lebih mendesak dibandingkan perbaikan kondisi lapas yang sudah kelebihan kapasitas?

Bagaimana menurut Anda?

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال