1dtk.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel sembilan tempat wisata di kawasan Bogor, Jawa Barat, yang diduga melanggar aturan lingkungan. Penyegelan ini dilakukan sebagai langkah pengawasan terhadap 10 lokasi wisata di wilayah tersebut.
Deputi Gakkum KLH, Irjen Pol Rizal Irawan, mengatakan bahwa tindakan ini bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah.
"Kita melihatnya dari sudut pandang lingkungan. Larangan ini diberlakukan demi mencegah dampak negatif terhadap alam, lingkungan, dan manusia," ujar Rizal, Minggu (15/3/2025).
Setelah pemasangan plang pengawasan, manajemen tempat wisata diminta menandatangani berita acara dan menghentikan operasional sementara. KLH menyatakan bahwa penghentian ini berlaku hingga ada petunjuk dari ahli lingkungan mengenai langkah perbaikan yang perlu dilakukan.
"Setiap lokasi punya kondisi berbeda. Bisa jadi hanya perlu melengkapi izin atau fasilitas, tetapi dalam kasus paling parah mungkin perlu dilakukan pembongkaran," jelas Rizal.
Para ahli diperkirakan akan bekerja selama dua minggu untuk memberikan rekomendasi bagi masing-masing tempat wisata.
Meski KLH telah meminta penghentian operasional, beberapa pengelola wisata menolak untuk sepenuhnya menghentikan kegiatan mereka. Salah satunya adalah PT Bobobox Mitra Indonesia yang mengelola Bobocabin, sebuah konsep glamping modern.
Head of Business Relation PT Bobobox, Dennis Depriadie, menegaskan bahwa operasional tetap berjalan dan pihaknya telah mematuhi semua prosedur perizinan.
"Kami telah melengkapi dokumen perizinan dari pemerintah pusat hingga Pemkab Bogor. Kini kami menunggu hasil diskusi lebih lanjut dengan tim KLH," kata Dennis.
Dennis juga membantah bahwa Bobocabin berdiri di lahan perkebunan teh aktif. Ia menjelaskan bahwa bangunan mereka hanya menempati area semak-semak dengan penggunaan teknologi modular, yang disebutnya lebih ramah lingkungan.
"Bangunan kami tidak mengganggu resapan air, berbeda dengan hotel konvensional yang masif," ujarnya.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa penyegelan dilakukan karena tempat-tempat wisata tersebut berada di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeas dan Cileungsi. Ia menekankan bahwa kawasan ini merupakan bagian dari DAS Bekasi yang luasnya mencapai 145 ribu hektare, dengan segmen puncak sekitar 28 ribu hektare.
"Pembangunan di kawasan hulu sangat berisiko bagi ekosistem dan dapat mempengaruhi aliran air ke hilir," kata Hanif.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini diambil untuk melindungi keseimbangan lingkungan, mengingat kawasan tersebut memiliki peran penting dalam pengendalian banjir dan ketersediaan air di Jabodetabek.