1dtk.com - Kebakaran hebat melanda KM Lyyra, kapal pengangkut BBM yang membawa 80 ton solar milik PLN, Selasa (18/3/2025) dini hari. Insiden ini terjadi saat kapal dalam perjalanan dari Pelabuhan Bunguran menuju Subi dan Midai, Kabupaten Natuna. Tragisnya, satu orang dilaporkan tewas, sementara empat lainnya mengalami luka-luka akibat peristiwa ini.
Pihak PLN membenarkan bahwa BBM tersebut memang diperuntukkan bagi dua wilayah. Manager PLN ULP Ranai, Rafki Chandra, mengungkapkan bahwa pengangkutan solar dilakukan oleh transportir yang telah ditunjuk.
"Benar, total 80 ton solar untuk PLN di wilayah Subi dan Midai. Yang angkut itu transportir PT Sarana Dwi Persada," ujar Rafki Chandra.
Namun, yang menjadi sorotan adalah dugaan pelanggaran prosedur dalam pengangkutan BBM tersebut. Fakta mencengangkan terungkap bahwa KM Lyyra adalah kapal berbahan kayu, yang menurut regulasi seharusnya tidak diperbolehkan untuk mengangkut BBM dari Depo Pertamina Selat Lampa.
Kepala Syahbandar Ranai, Liber, menegaskan bahwa pihaknya memang menerbitkan surat izin berlayar, namun bukan untuk kapal berbahan kayu.
"Kita memang mengeluarkan surat izin berlayarnya, tetapi kapal yang kami keluarkan izinnya bukan kapal kayu tersebut, karena jika kapal kayu yang loading pengisian BBM di Depo Pertamina Selat Lampa, maka sudah pasti pihak Pertamina tidak mengizinkannya," jelas Liber.
Lebih lanjut, Liber menyebutkan bahwa selama ini hanya kapal milik Pak Anas dan Pak Hokju, yang berbahan besi, yang biasa mengangkut BBM langsung dari Depo Pertamina Selat Lampa. Ia mengaku tidak mengetahui adanya kapal kayu yang digunakan dalam pengangkutan BBM ini.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa praktik pemindahan BBM dari kapal besi ke kapal kayu bukanlah hal baru.
"Biasanya kapal kayu itu diisi BBM dari kapal transportir berbahan besi. Kapal besi ini yang mengambil langsung dari Depo Pertamina, lalu BBM-nya dipindahkan ke kapal kayu menggunakan Alkon (alat penyedot bahan bakar),” beber sumber tersebut.
Jika benar, praktik ini tentu berisiko tinggi. Kapal kayu, yang lebih rentan terhadap kebakaran dan kecelakaan, tidak memiliki standar keamanan yang seharusnya dipenuhi oleh kapal pengangkut BBM.
Kapolsek Serasan, Ipda H.V Anto Sirait, menyatakan bahwa kebakaran terjadi sekitar pukul 05:00 WIB. Api muncul di bagian kapal, memicu kobaran yang tidak bisa dikendalikan.
"Kapal itu mengangkut masing-masing 40 ton untuk Subi dan Midai, jadi total 80 ton," jelasnya.
Kebakaran tersebut menyebabkan satu korban tewas, sementara empat lainnya mengalami luka-luka dan telah dievakuasi ke Puskesmas Subi.
Saat ini, pihak kepolisian masih menyelidiki apakah ada kelalaian dalam proses pengangkutan yang berujung pada tragedi ini. Awak media juga masih berusaha menghubungi pihak transportir PT Sarana Dwi Persada untuk mendapatkan penjelasan terkait penggunaan kapal kayu dalam pengangkutan BBM milik PLN ini.
Peristiwa ini memunculkan berbagai pertanyaan yang harus dijawab oleh pihak terkait. Jika kapal kayu dilarang untuk mengambil BBM di Depo Pertamina, bagaimana bisa KM Lyyra tetap digunakan dalam pengangkutan ini?
Apakah ada pengawasan yang lalai sehingga praktik pemindahan BBM dari kapal besi ke kapal kayu dibiarkan begitu saja? Dan yang paling penting, apakah ada pihak yang harus bertanggung jawab atas insiden yang merenggut korban jiwa ini?
Masyarakat kini menunggu transparansi dari hasil penyelidikan, sekaligus langkah tegas dari otoritas terkait agar kejadian serupa tidak terulang.