1dtk.com - Pemerintah Kota Bogor secara resmi menetapkan status Darurat Bencana Hidrometeorologi menyusul serangkaian bencana yang terjadi pada awal Maret 2025. Keputusan ini dituangkan dalam Keputusan Wali Kota Bogor Nomor: 300.2/KEP.88-BPBD/2025, yang menetapkan kondisi darurat selama 30 hari, mulai 4 Maret hingga 2 April 2025.
Keputusan ini diambil setelah angin kencang, banjir, dan tanah longsor melanda beberapa titik di Kota Bogor pada 2 dan 3 Maret lalu. Berdasarkan kajian cepat dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor, status darurat ini diperlukan untuk mempercepat langkah penanganan serta mengoordinasikan sumber daya yang diperlukan.
Status yang sama juga diberlakukan di Kota Bekasi, yang mengalami dampak serupa akibat curah hujan ekstrem beberapa hari terakhir.
Dalam menghadapi situasi ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa Pemprov Jabar bergerak cepat dengan langkah-langkah tanggap darurat, termasuk evakuasi korban serta pemenuhan kebutuhan dasar warga terdampak.
"Pemerintah daerah bersama tim gabungan telah turun langsung ke lapangan untuk mengevakuasi warga serta menyalurkan bantuan logistik," kata Dedi melalui akun Instagram pribadinya, Rabu (5/3/2025).
Untuk mengurangi risiko bencana di masa depan, Pemprov Jabar akan membangun Bendungan Cibeet sebagai area tangkapan air guna mengurangi potensi banjir. Konsep rumah tahan banjir juga mulai diperkenalkan bagi warga yang tinggal di daerah rawan.
"Kita akan bangun rumah-rumah dengan model panggung yang memiliki kolong, seperti rumah tradisional. Saya sudah tanya ke warga dan mereka setuju," ujar Dedi.
Namun, ia juga menekankan bahwa upaya penanggulangan bencana tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Masyarakat diminta lebih sadar terhadap pentingnya menjaga lingkungan, terutama dalam mencegah alih fungsi lahan yang bisa memperburuk kondisi hidrometeorologi.
Tidak hanya fokus pada penanganan darurat, Pemprov Jabar juga akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata ruang di kawasan Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi). Dedi menyebut ada indikasi bahwa perubahan tata ruang yang tidak terkendali berkontribusi terhadap semakin parahnya bencana hidrometeorologi di wilayah tersebut.
"Hari Selasa, pekan depan akan ada pertemuan dengan pemerintah pusat mengenai evaluasi tata ruang tersebut, terutama dengan Kementerian ATR/BPN," katanya.
Langkah ini diharapkan bisa menghasilkan kebijakan yang lebih tegas terkait pembangunan kawasan, pengelolaan lahan, serta sistem drainase di wilayah rawan banjir dan longsor.
Meskipun langkah penanggulangan telah dilakukan, warga Bogor dan sekitarnya masih perlu waspada. Data BMKG menunjukkan bahwa intensitas hujan tinggi diprediksi masih akan terjadi hingga pertengahan April 2025.
Di Kabupaten Bogor sendiri, 423 warga di Cisarua terdampak banjir akibat luapan Sungai Ciliwung. Bahkan, Kemensos telah menyalurkan bantuan senilai Rp227 juta bagi ratusan korban banjir di wilayah tersebut.
Sejumlah relawan dan organisasi kemanusiaan juga ikut terjun untuk membantu warga yang masih bertahan di pengungsian. Prioritas utama saat ini adalah memastikan ketersediaan makanan, air bersih, obat-obatan, serta tempat tinggal yang layak bagi mereka yang terdampak.
Dengan masih tingginya ancaman bencana, masyarakat diimbau untuk selalu memantau informasi cuaca dan mengikuti arahan dari BPBD serta pemerintah setempat. Jika terjadi tanda-tanda longsor atau banjir, segera lakukan evakuasi mandiri ke lokasi yang lebih aman.
Warga diminta lebih peduli terhadap lingkungan, seperti tidak membuang sampah sembarangan dan menghindari pembangunan di area yang berisiko tinggi.
Keputusan status Darurat Bencana Hidrometeorologi ini menjadi peringatan bagi semua pihak bahwa mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana harus terus ditingkatkan. Jangan sampai setiap musim hujan, kita hanya bisa pasrah menghadapi banjir dan longsor tanpa solusi jangka panjang.