1dtk.com - Lebaran tahun lalu saya ke Kazakhstan, tahun ini saya pilih Pakistan. Kenapa? Supaya nggak ditanya kapan nikah. Itu alasan bercanda, tapi jujur, sejak membaca tulisan seseorang tentang Pakistan Utara, saya jadi kepikiran untuk pergi ke sana. Katanya, dari 90 negara yang pernah dia kunjungi, alam Pakistan Utara adalah yang paling indah. Seindah kenangan bersama mantan, katanya. Kalau ada traveler senior yang ngomong begitu, berarti ini tempat yang nggak bisa dianggap remeh.
Untuk ke Pakistan, orang Indonesia butuh visa. Saya apply e-visa, dan ternyata prosesnya cukup bikin deg-degan. Hampir tiga minggu, dan dua kali aplikasi saya dikembalikan. Mereka minta tambahan dokumen seperti konfirmasi hotel, bank statement, itinerary, dan Emirates ID (karena saya apply dari UAE). Jadi, kalau mau ke Pakistan, jangan mepet-mepet apply visanya. Ini bukan visa on arrival yang bisa selesai dalam sehari.
Tujuan utama saya adalah Pakistan Utara, khususnya daerah Gilgit Baltistan. Rute perjalanan saya seperti ini:
- Islamabad ke Gilgit naik pesawat ATR, cuma satu jam.
- Gilgit ke Hunza naik mobil sekitar dua jam.
- Hunza ke Skardu lewat Gilgit, naik mobil sekitar tujuh jam.
- Skardu ke Islamabad naik pesawat Boeing, juga satu jam.
Sebetulnya ada opsi naik bus dari Islamabad ke Gilgit, tapi itu butuh waktu 12 jam, bisa lebih lama kalau sial kena longsor. Dengan pertimbangan kenyamanan dan faktor usia (iya, mulai malas perjalanan darat yang terlalu panjang), saya pilih naik pesawat.
Pakistan Utara ini surga buat orang yang suka lihat gunung tapi malas hiking. Maksudnya, kalau di tempat lain kita harus trekking berjam-jam buat lihat glacier atau danau, di sini tinggal duduk manis di mobil, turun, dan langsung dapat pemandangan luar biasa. Dan ini bukan pemandangan kaleng-kaleng. Pakistan punya lima gunung di atas 8000 meter, termasuk K2, gunung tertinggi kedua di dunia dengan ketinggian 8611 meter. Sebagai perbandingan, Gunung Jayawijaya di Papua tingginya 4760 meter, sementara Gunung Fuji di Jepang hanya 3776 meter. Jadi kalau Jayawijaya dan Fuji saja sudah megah, bayangkan gunung-gunung raksasa di Pakistan!
Bicara soal biaya, traveling di Pakistan cukup terjangkau. Makan sehari-hari di sini sekitar IDR 30-40 ribu sekali makan. Hotel di Hunza bisa dapat harga IDR 200 ribu per malam, sementara di Islamabad dan Skardu sekitar IDR 400 ribu per malam. Sewa mobil plus sopir dan bensin di Skardu sekitar IDR 700 ribu per hari. Bandingkan dengan biaya traveling di Eropa atau bahkan beberapa negara Asia lainnya, jelas Pakistan lebih ramah di kantong.
Baca juga: Pengalaman Solo Travelling di Uzbekistan Perjalanan Mudah dan Penuh Kejutan
Banyak yang bilang waktu terbaik ke Pakistan adalah musim gugur, sekitar Oktober-November. Tapi setelah saya ke sana di bulan April, menurut saya ini justru waktu terbaik. April adalah musim cherry blossom, jadi bayangkan kombinasi bunga sakura yang bermekaran, gunung bersalju di latar belakang, dan minim turis. Ini definisi damai yang sebenarnya. Sayangnya, kurang satu hal. Gandengan.
Salah satu highlight di Pakistan Utara adalah Khunjerab Pass, perbatasan antara Pakistan dan China. Tempat ini berada di ketinggian 4693 meter, dan di sini juga ada ATM tertinggi di dunia. Saya nggak tahu siapa yang sering tarik tunai di tempat setinggi ini, tapi fakta ini tetap menarik. Masuk ke taman nasional Khunjerab perlu bayar $40 untuk turis asing, sementara warga lokal cuma bayar IDR 30 ribu. Hidup memang tak adil, tapi begitu lihat pemandangan di sepanjang perjalanan, rasanya harga tiket masuk ini jadi nggak terlalu masalah.
Pakistan Utara bukan sekadar destinasi wisata biasa. Ini tempat yang mengajarkan saya bahwa keindahan alam bisa begitu megah, jauh lebih besar dari diri kita sendiri. Dan meskipun saya belum ke 90 negara seperti banyak teman-teman backpacker lainnya, dari 45 negara yang sudah saya kunjungi, saya setuju. Alam Pakistan Utara adalah yang paling indah.